Monday, September 15, 2008

2017 Indonesia Terancam Krisis Pangan ???


Banyak media mengulas makin parahnya krisis pangan di Indonesia, hingga prediksinya adalah pada tahun 2017 mendatang.

Berikut salah satu berita yang telah dimuat di kompas

Indonesia diprediksi akan mengalami krisis pangan pada tahun 2017 atau 10 tahun mendatang bila melihat ketimpangan antara jumlah penduduk dan ketersediaan lahan pangan yang makin tidak seimbang dewasa ini.

Menteri Pertanian, Anton Apriyantono di sela-sela Semiloka Kebijakan Pengembangan Lahan Pertanian Pangan Abadi di Makassar, Senin (10/12) mengatakan, dengan laju pertumbuhan penduduk 1,3 sampai 1,5 persen sementara luas lahan pertanian yang tidak mengalami penambahan, dikhawatirkan pada 10 atau 20 tahun nanti krisis pangan akan melanda negara ini.

Pasalnya, lanjut menteri, berdasarkan proyeksi kebutuhan beras bangsa Indonesia pada tahun 2009, diperlukan penambahan produksi beras sebanyak 1,8 juta ton atau setara dengan tiga juta ton gabah kering giling setiap tahun. Untuk itu diperlukan penambahan areal sawah seluas 600.000 hektar.

"Kebutuhan lahan ini sebenanrya bisa saja dipenuhi bila tidak terjadi konversi lahan pertanian ke peruntukkan lain seperti pabrik dan permukiman, namun ketersediaan lahan potensial untuk perluasan areal tanaman pangan saat ini nyaris sudah tidak ada lagi," jelasnya.

Saat ini, lanjut Apriyantono, permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia pada sektor pertanian adalah tingginya tekanan terhadap sumberdaya lahan karena terjadi peningkatan jumlah penduduk sekitar 1,34 persen per tahun sementara luas lahan pertanian relatif tetap.

Bila hal ini tidak segera diatasi katanya, bangsa Indonesia juga akan sulit melepaskan diri dari ketergantungan pada pasokan pangan dari luar (impor). Sebab itu, kata menteri, pihaknya meminta kepada seluruh kabupaten dan kota untuk menerapkan agenda pemerintah berupa revitalisasi pertanian.

Menurut dia, agenda ini adalah membalik tren penurunan dan mengakselerasi peningkatan produksi dan nilai tambah usaha pertanian dengan cara meningkatkan dan memperluas kapasitas produksi melalui renovasi dan restrukturisasi agribisnis.

Menteri mengakui, permasalahan yang paling besar dialami bangsa Indonesia saat ini yakni terletak pada sektor pertanahan dimana kondisi negara sekarang memiliki keterbatasan sumberdaya lahan yang cocok untuk dikembangkan dan sempitnya rata-rata penguasaan lahan pertanian per kapita penduduk Indonesia.

Selain itu kata Apriyantono, sempitnya lahan yang dimiliki petani dan masalah sengketa tanah, juga menjadi peroalan yang cukup besar dalam mengembangkan produksi pangan di Indonesia.

Ia menambahkan, tahun 2007 ini, produksi padi Indonesia menunjukkan kinerja yang cukup baik karena berdasarkan Angka Ramalan III Badan Pusat Statistik (ARAM III BPS), produksi padi mengalami peningkatan menjadi 57,05 juta ton GKG atau naik sekitar 4,76 persen dibanding tahun 2006.

Sementara produksi padi di Sulsel, kata Sekdaprov Andi Muallim saat membuka Semiloka itu mencapai sekitar 3.675.251 ton GKG atau meningkat 9,20 persen dibandingkan tahun 2006 yang mencapai 3.365.509 ton GKG. "Kondisi ini tentunya akan berpengaruh pada pencapaian sasaran peningkatan produksi nasional 2007 yang ditargetkan sebanyak dua juta ton," kata Muallim

------------
lalu masih berlakukah lagu koes-ploes dimana di bumi pertiwi ini kayu dilempar bisa jadi ubi????

Labels: , ,

Pangan Tradisional Sebagai Pangan Fungsional


Sejarah peradaban bangsa-bangsa di dunia ini menunjukkan bahwa berbagai upaya yang dilakukan berbagai bangsa untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya pada awalnya berbasis pada sumberdaya alam yang ada disekitarnya. Demikian halnya dengan nenek moyang kita. Mereka telah mempunyai pengalaman panjang dan turun temurun dalam menyeleksi berbagai sumberdaya hayati disekitarnya, yang mereka anggap dan yakini bermanfaat bagi peningkatan kesehatan dan terapi penyakit.

Pangan tradisional adalah makanan dan minuman yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat tertentu, dengan citarasa khas yang diterima oleh masyarakat tersebut. Bagi masyarakat Indonesia umumnya amat diyakini khasiat aneka pangan tradisional, seperti tempe, bawang putih, madu, kunyit, jahe, kencur, temu lawak, asam jawa, sambiloto, daun beluntas, daun salam, cincau, dan aneka herbal lainnya. Jamu sebagai racikan aneka herbal berkhasiat sangat popular di Indonesia, khususnya di pulau Jawa.

Kemajuan iptek pangan dan farmasi yang pesat telah memberikan bukti ilmiah bahwa sebagian besar jenis-jenis pangan yang diyakini nenek moyang kita bermanfaat untuk peningkatan kesehatan dan pengobatan. Sebagain besar zat-zat bioaktif bahan-bahan tersebut juga telah dapat diidentifikasi dan diisolasi.

Kemajuan ini mendorong lahirnya berbagai produk pangan fungsional dengan berbagai klaim khasiat dan manfaatnya. Di masa datang kita tentu tidak ingin menggantungkan diri pada produk pangan fungsional yang diproduksi di mancanegara tetapi bahan bakunya berasal dari kita, atau diproduksi dengan lisensi/paten dari mancanegara padahal komponen bioaktifnya berasal dari sumberdaya hayati pangan kita.

Dalam rangka pengembangan pangan tradisional dengan peningkatan mutu dan keamanannya harus tetap mengacu pada food habbit atau kebiasaan makan, dengan cara; (1) setiap masukan hal-hal baru akan mudah diterima bila ada kesamaan dengan ciri yang telah ada dan (2) atribut yang menjadi ciri pangan tradisional sebaiknya tetap dipertahankan.

Peningkatan mutu, keamanan, dan prestise pangan tradisional dapat dilakukan dengan upaya-upaya : (1) pemilihan bahan mentah yang baik, (2) pemilihan bahan tambahan pangan yang baik, (3) penanganan yang lebih higienis, dan (4) penyajian/penampilan yang lebih menarik.

Pangan tradisional meliputi berbagai jenis bahan pangan sepert;i bahan asal tanaman (kacang-kacangan, sayuran hijau, umbi-umbian, buah-buahan), asal hewani (kerang, ikan, unggas), dan bahan rempah-rempah (jahe, kunyit, ketumbar, salam, sereh, beluntas, sirih, pinang, dll).

Rempah-rempah umumnya mengandung komponen bioaktif yang bersifat antioksidan (zat pencegah radikal bebas yang menimbulkan kerusakan pada sel-sel tubuh), dan dapat berinteraksi dengan reaksi-reaksi fisiologis, sehingga mempunyai kapasitas antimikroba, anti pertumbuhan sel kanker, dan sebagainya.

Dari kelompok bahan pangan rempah-rempah, jahe merupakan komoditi yang paling banyak digunakan. Luasnya penggunaan jahe disebabkan karena aroma yang khas, dapat diterima, dan dinikmasi dalam lauk, kue, manisan, permen, maupun minuman. Secara ilmiah jahe telah diteliti mampu meningkatkan aktifitas salah satu sel darah putih (Zakaria et al., 1999).

Hasil ini mendukung data empiris yang dipercaya masyarakat bahwa jahe mempunyai kemampuan sebagai anti masuk angin, suatu gejala menurunnya daya tahan tubuh sehingga mudah terserang oleh virus (influenza). Jahe juga memiliki aktivitas antioksidan. Studi pada mahasiswa yang diberi minuman jahe menunjukkan adanya perbaikan sistem imun (kekebalan tubuh) (Zakaria et al., 2000).

Sayuran dan buah-buahan merupakan sumber utama serat makanan, vitamin C, asam folat, karotenoid, flavonoid, dan senyawa-senyawa spesifik lainnya. Semua komponen yang terdapat pada sayuran dan buah-buahan telah terbukti mempunyai satu atau lebih sifat-sifat. Apabila konsumsi sayuran dan buah-buahan dikombinasikan dengan tambahan konsumsi rempah-rempah yang tinggi kandungan senyawa bioaktifnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa efek sinergis dalam mencegah penyakit degeneratif (jantung koroner, darah tinggi, diabetes, osteoporosis, dan kanker) akan lebih besar.

Saat ini pangan telah diandalkan sebagai pemelihara kesehatan dan kebugaran tubuh. Bahkan bila dimungkinkan, pangan harus dapat menyembuhkan atau menghilangkan efek negatif dari penyakit tertentu. Dari sinilah lahir konsep pangan fungsional (functional foods), yang akhir-akhir ini sangat populer di kalangan masyarakat dunia.

Definisi pangan fungsional menurut Badan POM adalah pangan yang secara alamiah maupun telah melalui proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Serta dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman, mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur dan cita rasa yang dapat diterima oleh konsumen. Selain tidak memberikan kontraindikasi dan tidak memberi efek samping pada jumlah penggunaan yang dianjurkan terhadap metabolisme zat gizi lainnya.

Kelompok senyawa yang dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu di dalam pangan fungsional adalah senyawa-senyawa alami di luar zat gizi dasar (karbohidrat, protein, dan lemak) yang terkandung dalam pangan yang bersangkutan, yaitu: (1) serat makanan (dietary fiber), (2) oligosakarida, (3) gula alkohol (polyol), (4) asam lemak tidak jenuh jamak (polyunsaturated fatty acids = PUFA), (5) peptida dan protein tertentu, (6) glikosida dan isoprenoid, (7) polifenol dan isoflavon, (8) kolin dan lesitin, (9) bakteri asam laktat, (10) phytosterol, dan (11) vitamin dan mineral tertentu.

Sejak tahun 1984, pemerintah Jepang telah menyusun suatu alternatif pengembangan pangan fungsional dengan tujuan untuk memperbaiki fungsi-fungsi fisiologis, agar dapat melindungi tubuh dari penyakit, khususnya penyakit-penyakit degeneratif.

Konsep isson ippin (satu daerah/desa, satu produk), penelitian berkesinambungan, tuntas terfokus pada komoditi unggulan, sistem bimbingan dan pengawasan yang efektif, penjaminan harga, promosi, dan pembentukan image, serta penyertaan dalam paket-paket pariwisata merupakan contoh-contoh strategi yang telah cukup sukses membawa produk-produk pangan tradisional tetap menjadi primadona ditempat asalnya.

Satu fenomena lagi yang tidak lepas dari strategi pengembangan pangan tradisional Jepang adalah pemanfaatan akan keterikatan emosional masyarakat terhadap hasil karya anak bangsa.

Rasa cinta dan kepercayaan yang tinggi dari masyarakat Jepang terhadap produknya sendiri merupakan potensi pasar yang tidak perlu diragukan lagi. Lebih baiknya lagi adalah rasa kepercayaan dan cinta ini dijawab secara gigih oleh pihak produsen untuk menghasilkan produk-produk dengan mutu yang tinggi. Keterikatan inilah yang sulit ditembus oleh pelaku pasar luar negeri, sehingga secara tidak sadar menjadi proteksi alamiah yang sangat efektif.

Dapat kita simpulkan bahwa Indonesia juga mempunyai peluang yang sangat besar untuk mengembangkan produk pangan tradisional dengan berbasis pada sifat-sifat fungsionalnya.

Kita mulai dengan menggalang kerjasama terpadu, tuntas, dan terfokus, sehingga menghasilkan produk-produk yang secara nyata dapat meningkatkan prestise pangan tradisional kita yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan para petani. Dari aspek sosial, bagaimana caranya menumbuhkan rasa cinta dan kepercayaan masyarakat terhadap produksi anak bangsa ? Semoga.

Ardiansyah, mahasiswa Doktoral Laboratorium Nutrisi, Universitas Tohoku, Jepang dan anggota ISTECS chapter Jepang. Email: ardy@biochem.tohoku.ac.jp

Keamanan Pangan Fungsional Berbasis Pangan Tradisional

Ada artikel dan ilmu dangnat menarik mengenai pangan fungsional berikut ini:

Berbagai pangan tradisional secara empiris telah diketahui mempunyai khasiat dan saat ini telah pula dikembangkan sebagai pangan fungsional. Hal tersebut telah penulis sampaikan pada artikel sebelumnya di BeritaIptek edisi 11 Januari 2005 dengan judul "Pangan Tradisional sebagai Pangan Fungsional". Disamping mutu dan kesesuaian klaim khasiat dengan dukungan ilmiah, aspek keamanan pangan fungsional yang berbasis pangan tradisional menjadi tuntutan konsumen saat ini.

Pangan tradisional pada umumnya memiliki kelemahan dalam hal keamanannya terhadap bahaya biologi atau mikrobiologi, kimia, dan fisik. Adanya bahaya atau cemaran tersebut seringkali terdapat dan ditemukan karena rendahnya mutu bahan baku, teknologi pengolahan, belum diterapkannnya paraktek sanitasi dan higiene yang memadai, dan kurangnya kesadaran pekerja maupun produsen yang menangani pangan tradisional.

Keamanan pangan


Seiring dengan meningkatnya pengetahuan dan kesadaran akan kesehatan terhadap pangan yang dikonsumsi, mengkonsumsi pangan yang aman merupakan hal yang harus diperhatikan oleh produsen dan konsumen. Berdasarkan UU Pangan No. 7 tahun 1996, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.

Pangan yang aman adalah pangan yang tidak mengandung bahaya biologi atau mikrobiologi, bahaya kimia, dan bahaya fisik.

Bahaya biologis atau mikrobiologis terdiri dari parasit (protozoa dan cacing), virus, dan bakteri patogen yang dapat tumbuh dan berkembang di dalam bahan pangan, sehingga dapat menyebabkan infeksi dan keracunan pada manusia. Beberapa bakteri patogen juga dapat menghasilkan toksin (racun), sehingga jika toksin tersebut terkonsumsi oleh manusia dapat menyebabkan intoksikasi. Intoksikasi adalah kondisi dimana toksin sudah terbentuk di dalam makanan atau bahan pangan, sehingga merupakan keadaan yang lebih berbahaya. Sekalipun makanan atau bahan pangan sudah dipanaskan sebelum disantap, toksin yang sudah terbentuk masih tetap aktif dan bisa menyebabkan keracunan meski bakteri tersebut sudah tak ada dalam makanan.

Adanya virus dan protozoa dalam makanan atau bahan pangan masih belum banyak yang diteliti dan diidentifikasi. Namun informasi tentang virus hepatitis A dan protozoa Entamoeba hystolitica telah diketahui dapat mencemari air. Cacing diketahui terdapat pada hasil-hasil peternakan, misalnya Fasciola hepatica yang ditemukan pada daging atau hati sapi. Adanya cemaran cacing tersebut akan mengakibatkan infeksi pada manusia jika mengkonsumsi daging atau hati sapi yang tidak dimasak dengan baik.

Bahaya kimia pada umunya disebabkan oleh adanya bahan kimia yang dapat menimbulkan terjadinya intoksikasi. Bahan kimia penyebab keracunan diantaranya logam berat (timbal/Pb dan raksa/Hg). Cemaran-cemaran tersebut berasal dari cemaran industri, residu pestisida, hormon, dan antibiotika. Terbentuknya toksin akibat pertumbuhan dan perkembangan jamur atau kapang penghasil toksin juga termasuk dalam bahaya kimia. Beberapa jamur atau kapang penghasil toksin (mikotoksin) adalah Aspergillus sp., Penicllium sp., dan Fusarium sp., yang dapat menghasilkan aflatoksin, patulin, okratoksin, zearalenon, dan okratoksin.

Bahaya fisik terdiri potongan kayu, batu, logam, rambut, dan kuku yang kemungkinan berasal dari bahan baku yang tercemar, peralatan yang telah aus, atau juga dari para pekerja pengolah makanan. Meskipun bahaya fisik tidak selalu menyebabkan terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan, tetapi bahaya ini dapat sebagai pembawa atau carier bakteri-bakteri patogen dan tentunya dapat mengganggu nilai estetika makanan yang akan dikonsumsi.

Keamanan mikrobiologis pangan tradisional

Walaupun dalam jumlah terbatas informasi-informasi keberadaan bakteri dalam pangan tradisional, namun diketahui bahwa sayuran sebagai sumber serat yang sangat baik ternyata mengandung jumlah cemaran bakteri dalam jumlah yang tinggi. Menurut hemat penulis, merupakan kebiasaan yang kurang baik sebagian masyarakat kita yang mengkonsumsi makanan mentah. Tindakan preventif berupa pencucian yang dilanjutkan dengan pemanasan (memasak sampai matang) merupakan beberapa kebiasaan positif yang perlu ditingkatkan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi atau menurunkan jumlah cemaran bakteri sehingga dapat mengurangi terjadinya bahaya biologis atau mikrobiologis.

Salah satu pangan tradisional yang telah juga diketahui sbagai pangan fungsional yang sejak jaman dahulu telah lama dikonsumsi oleh masyarakat kita adalah minuman jamu. Minuman jamu dapat dibuat dan disajikan secara sederhana di tingkat rumah tangga yang kemudian dijual sebagai "jamu gendong". Pada umumnya proses penyiapan jamu ini menggunakan peralatan sederhana dan tingkat sanitasi dan higiene yang kurang memadai. Hal ini masih ditambah lagi dengan rendahnya tingkat sanitasi penggunaan peralatan maupun kemasan selama proses penyiapan jamu tersebut. Proses penyiapan "jamu gendong" yang seadanya tersebut merupakan faktor penyebab turunnya mutu jamu yang dihasilkan, dan tentunya ini dapat berdampak terhadap mutu mikrobiologis jamu yang dihasilkan.

Upaya preventif

Hal penting yang harus diperhatikan dalam penyiapan makanan tradisional yang berkaitan dengan proses penyiapannya adalah penerapan prinsip-prinsip cara pengolahan makanan yang baik (CPMB), meskipun dengan cara-cara yang sederhana.

Pertama, memperhatikan masalah sanitasi dan higiene. Kebersihan pada setiap tahapan proses pengolahan, yang dimulai dari persiapan dan penyediaan bahan baku, pemakaian air bersih, tahapan pengolahan, dan pasca pengolahan (pengemasan dan penyimpanan) makanan atau pangan tradisional merupakan langkah-langkah penting untuk menghindari terjadinya infeksi dan intoksikasi. Selain itu usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang antara bahan baku yang belum diolah dengan bahan jadi juga merupakan upaya preventif yang harus dilakukan.

Kedua, memanfaatkan secara maksimal sifat sinergisme antara bahan-bahan penyusun makanan tradisional yang dikombinasikan dengan penambahan asam untuk menurunkan pH (keasaman) produk. Seperti kita ketahui bahwa kunyit, jahe, lengkuas, dan bahan-bahan lainnya merupakan pangan tradisional yang diketahui mempunyai efek antibakteri atau antimikroba. Selain itu, sifat sinergisme ini juga merupakan usaha untuk menghindarkan penggunaan pengawet kimia.

Ketiga, upaya pelayanan purna jual yang diberikan kepada konsumen, dengan cara penulisan label pada kemasan makanan. Penulisan informasi tentang batas akhir penggunaan makanan (kadaluarsa), komposisi gizi penyusun makanan tradisional, komposisi zat gizi yang terkandung, bahan pengawet yang digunakan, informasi kehalalan, dan nama perusahaan atau industri rumah tangga yang memproduksi. Langkah ini merupakan suatu jaminan mutu kepada konsumen tentang produk yang akan kita pasarkan.

by:Ardiansyah, kandidat Doktor Lab. of Nutrition, Tohoku University, Japan dan anggota ISTECS chapter Jepang. Email: ardy@biochem.tohoku.ac.jp

Labels: , ,

Sunday, September 14, 2008

MEGA PELUANG DI INDUSTRI KEMASAN (bag.2)

“Ada banyak faktor yang wajib diperhatikan dalam pembuatan kemasan ini. Khususnya yang
terkait dengan target konsumen, para peritel, dan pemilik merek,” terang Robert. Terkait
dengan konsumen, sebuah kemasan harus memilki value for money, apa yang dibeli harus
berguna. Termasuk juga sisi convenience (kepraktisan) dan aman sesuai dengan kualitas yang
diharapkan.
Faktor usia dan latar belakang konsumen pun patut diperhatikan. Untuk anak-anak, misalnya,
kemasan dibuat sepraktis mungkin dengan volume kecil. “Kami selalu mencoba memahami
kebutuhan para konsumen ini,” imbuhnya.
Kebutuhan peritel juga penting. Sebab, bagi para peritel, space itu mahal. Oleh karena itu,
kemasan sebisa mungkin memberikan ruang yang efisien di toko. Termasuk juga memberi
daya atraksi, terutama terkait dengan kecenderungan impulse buying. Efisiensi tidak hanya
menyangkut primary packaging, tetapi juga secondary packaging. Hal ini terkait dengan
daya tampung gudang.
Sementara itu, kemasan juga harus memperhatikan kepentingan pemilik merek. Terutama
dalam efisiensi cost. Selain itu, kemasan juga tentunya bisa mengekspos merek. Apalagi
merek ini terkait dengan kualitas, image, dan corporate-nya sendiri.
Robert menegaskan, dalam kemasan terkandung maksud proteksi atau perlindungan terhadap
produk itu sendiri. Di samping itu, kemasan juga harus informatif misalnya dalam hal
kandungan nutrisi dan branding. Agar kemasan punya daya tarik, lanjutnya, desainnya mesti
sesuai dengan target market. Desain ini menyangkut warna, ilustrasi, bentuk, dan printing.
Produk anak-anak biasanya didesain dengan karakter fun, lucu, meriah, dan warna-warni. Hal
serupa dilakukan pada produk yang ditujukan untuk pasar perempuan, orangtua maupun
remaja.
Kekuatan lain Tetra Pak adalah dukungan dari tim riset mereka. Riset konsumen ini selalu
mereka lakukan melalui kerja sama dengan customer (pemilik merek) atau peritel. “Kami
mempunyai in-house designer. Tim ini bertugas memberikan masukan kepada customer.
Meski para customer biasanya punya agency sendiri, mereka sering berkonsultasi dengan inhouse
designer kami,” katanya.
Sulit disangkal, kemasan yang bagus mampu mendongkrak sales dari produk itu sendiri.
Robert memberi contoh santan Kara produksi Pulau Sambu. Menurutnya, produk ini menarik
karena kemasannya dilengkapi dengan resep masakan yang berbasis sari buah kelapa.
Dengan begitu, konsumen yang membelinya sekalian bisa mencoba resep itu. Selain karena
mutu produk, kemasan menarik ini mampu membuat penjualan Kara melangit. Bahkan,
produk ini sudah menjajaki pasar mancanegara seperti China.
Contoh lainnya, Sosro dan susu Ultra. Sosro yang terkenal sebagai teh botol dikemas
sedemikian rupa dalam kemasan kotak sehingga konsumen tetap aware bahwa itu produk
Sosro. Kemasan susu Ultra pun mengalami inovasi. Kemasannya diformat dalam tiga ukuran
sesuai dengan sasaran konsumen, yakni anak-anak, remaja, dan dewasa. Menariknya,
kemasan ini dengan satu brand dan isi yang sama bisa menyasar ketiga target market itu
sekaligus.
Inovasi tidak hanya dilakukan Tetra Pak pada wilayah bentuk kemasan (packaging shape),
tetapi juga produk. Misalnya, produk Milk Shake keluaran ABC. Inovasi juga bisa dilakukan
dengan mengubah cluster (penutup) kemasan seperti susu Ultra atau bermain di sedotan
seperti Green Tea. Semua disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. “Hal ini dilakukan Ultra
Jaya dengan mengganti penutup dalam bentuk cluster ulir. Ini cukup mendongkrak sales yang
luar biasa. Padahal ini inovasi yang sangat sederhana. Small inovation tetapi pengaruhnya
sangat besar,” tuturnya.
Robert mengakui, pasar industri makanan dan minuman cukup besar. Pada pasar keseluruhan
(termasuk kemasan plastik, kaleng, botol gelas, dan sebagainya), market share Tetra Pak
masih sekitar 2-4% saja. Tetapi, kalau spesifik di pasar kategori susu cair, mereka cukup
dominan menguasai 70-80% pangsa pasar. Sedang, di kategori santan, Tetra Pak bisa
mengantongi 90-95%.

Labels: , , , ,

MEGA PELUANG DI INDUSTRI KEMASAN (1)


Teknologi Aseptic dan Riset Konsumen
Kemasan Tetra Pak terkenal aman, awet, dan tidak mereduksi nutrisi produk di dalamnya.
Mereka berhasil mendominasi 70-80% pangsa pasar kemasan susu cair. Apa rahasianya?

Sumber: Majalah Marketing tahun 2007 edisi 10 by Sigit Kurniawan

Kalau ditanya seputar kemasan consumer goods, Tetra Pak adalah ahlinya. Lihat saja, nama
itu sering tercantum dalam produk makanan dan minuman kemasan di Tanah Air. Lahan
bisnis perusahaan ini memang fast moving consumer goods. Khususnya, minuman dan
makanan dalam format cair (liquid) seperti susu, teh, aneka jus, puding, dan santan.
Asal tahu saja, perusahaan global yang berbasis di Swedia ini sudah merambah lebih 165
negara. Di Indonesia, Tetra Pak yang mulai beroperasi sejak 1976 merupakan perusahaan
dengan konsep B to B. “Klien pertama kami adalah PT Ultrajaya. Pada waktu itu, Ultrajaya
memperkenalkan susu UHT dalam kemasan Tetra Pak untuk pertama kalinya,” kata Robert
Tumiwa, Commercial Director PT Tetra Pak Indonesia.
Pada 1980-an, mereka mulai mampu menggandeng para pemilik merek. Tahun 1982, ABC
Central Food (sekarang Heinz ABC Indonesia—red) meluncurkan minuman jus pertama
dalam kemasan Tetra Pak. Sinar Sosro juga merilis produk tehnya dalam kemasan yang
sama. Tahun 1984, Salim Graha menjadi klien Tetra Pak dengan meluncurkan kemasan
minuman soya. Kemudian, Pulau Sambu membangun pabrik santan UHT dan mengemas
santan dalam Tetra Pak pada tahun 1989.
Bisnis Tetra Pak pun terus berkembang dengan merangkul semakin banyak customer, seperti
Indolakto, Ajinomoto, Sido Muncul, Sari Husada, Tang Mas, Industri Susu Alam Murni,
Madu Nusantara, Coca-Cola, Sekar Tanjung, dan sebagainya. Sekarang, Tetra Pak memilki
21 customer dengan ratusan merek.
Bagaimana cara mereka menghasilkan kemasan-kemasan bermutu dan diminati customer?
“Salah satu keunggulan proses kemasan kami adalah teknologi aseptic. Teknologi ini
membuat produk diproses sedemikian rupa sehingga tidak diperlukan pengawet untuk
bertahan lama, tanpa mereduksi benefit dari produk itu sendiri seperti nutrisi, kadar vitamin,
tekstur, dan sebagainya,” ujar Robert.
Dipaparkannya, setiap kemasan terdiri dari 6 layer (lapisan), yang masing-masing
mempunyai fungsi sendiri. Misalnya, lapisan alumunium foil membuat lifetime produk bisa
mencapai 6-12 bulan. Selama produk ini tidak dibuka, produk aman dikonsumsi. Konsumen
juga tidak perlu takut mengkonsumsi produk dalam kemasan Tetra Pak karena kemasan ini
berfungsi mengawetkan sampai batas expired date-nya. Keunggulan lainnya adalah brand
yang sudah lama dibangun, cost efficiency, kemasan aman dan ramah lingkungan. “Itu semua
adalah terjemahan dari moto kami, yakni protects what’s good,” tandasnya.
Tetra Pak Indonesia juga mengeluarkan sejumlah variasi kemasan. Bentuk paling simpel
adalah tetra brik atau kotak. Kemasan ini bisa diisi dengan produk bervolume hingga 2 liter. Ada juga kemasan tetra pino aseptic atau bantal. Biasanya kemasan ini digunakan untuk
produk susu cair. Kemasan lain adalah tetra classic aseptic, tetra wedge aseptic, tetra prisma
aseptic, tetra rex, dan tetra top. Semua material packaging sebagian besar masih impor,
sedangkan proses pengemasannya dilakukan oleh masing-masing customer.

Tugas kita bukan untuk berhasil….lalu apa???



Tugas kita adalah untuk berhasil melakukan yang terbaik hari ini!

Diinspirasi dari milis motivasi Indonesia, seorang anggota milis menulis posting….
Sahabat, tugas kita bukanlah untuk menjadi orang sukses, di saat ini. Bahkan berhasil dimasa depan, dimasa kita hidup. Namun tugas kita hanyalah mengupayakan apa yang ada sekarang, saat ini dengan usaha terbaik kita.
Jika saya mempunyai cita-cita memiliki Puluhan sekolah, dimana setiap guru saya jamin kesejahteraan hidupnya (secara materi cukup), juga mengratiskan untuk anak-anak dari keluarga yang kurang mampu. Yang saya bisa lakukan saat ini hanya memulai sedikit yang memungkinkan anak dan penerus hidup saya kelak meneruskannya hingga impian itu menjadi kenyataan. So, jangan menunggu karena hari ini akan menjadi kemarin. Dan besok akan menjadi masa lalu.


Pangansehati said:
Kita diciptakan bukanlah untuk menjadi segalanya, tapi menjadi sesuatu,
bukan untuk mengerjakan semuanya…tetapi mengerjakan sesuatu.
sesuatu yang bermanfaat tidak hanya untuk dirinya, tapi bagi orang lain…
sesuatu itu telah digariskan menjadi potensi istimewa bagi masing-masing hamba Allah di muka bumi ini…
Karena sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain
dan kebahagiaan itu ketika kita tahu bahwa kita dapat berguna bagi dunia orang lain

So, mulailah sekarang! Mulailah dari yang bisa kita lakukan.

Labels: , ,

Sunday, August 31, 2008

Marhaban Ya Ramadhan

Matahari berdzikir, angin bertasbih dan pepohonan memuji keagungan-Mu.
Semua menyambut datangnya Seribu Bulan.
Selamat datang Ramadhan, Selamat beribadah puasa.
Mohon Maaf Lahir dan Batin.